Rabu, 11 Mei 2011

PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA 2009 - 2013

Ketua Umum
Prof. Dr. H. Mungin Edy Wibowo, M.Pd., Kons.
Ketua I
Dr. H. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Ketua II
Dr. Marjohan, M.Pd., Kons.
Ketua III
Suko Budiyono, Ph.D, M.Pd.,Kons.
Sekretaris Jenderal
Dr. Triyono, M.Pd
Sekretaris I
Drs. Tri Laksono, M.Pd., Kons.
Sekretaris II
Dr. Suwardjo, M.Si
Sekretaris III
Drs. Dimyati, M.Pd., Kons.
Bendahara
Drs. Sutijono, M.M.
Bendahara I
Prof. Dr. Ni Ketut Suarni, M.S. Kons
Bendahara II
Dra. Hj. Tatik S. Suryo, M.M

Lagu Konselor Peduli Siswa

KONSELOR PEDULI SISWA
Ayo kawan konselor profesional
Kembangkan potensi siswa
Tempa wawasan dan ketrampilan
Konselor Peduli Siswa
Mantap imtak, iptek dan seninya
Pancasila seutuhnya
Siswa saleh cerdas dan trampil
Konselor Peduli Siswa
Ayo kawan konselor profesional
Insan karya yang terampil
Galang tekat satu lagkah
MGP wadah kita
Mantap layanan jaya berkarya
Demi amanat bangsa
Karya nyata abdi negara
Konselor Peduli Siswa
karya nyata abdi negara
konselor peduli siswa

MARS ABKIN

MARS ABKIN
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Organisasi profesional bimbingan dan konseling
Ikut berperan di dalam pembangunan nasional
Berasaskan pancasila untuk mencapai cita-cita bangsa
Bangun pribadi mandiri arah tugas mulia
Pelayanan unggul menjadi andalan di dalam mengabdi dan berkarya
Untuk mandiri dan bahagia
Tridharma tugas utama
Kembangkan ilmu serta teknologi
bimbingan dan konseling
Tingkatkan pelayanan nyatamu
Tegakkan kode etik dalam segenap karya
Wahai sejawat dalam satu wahana
Padukan tekad galang semangat,
Untuk klien, untuk masyarakat nusa bangsa
Maju-majulah terus ABKIN Tercinta
Tridharma tugas utama
Kembangkan ilmu serta teknologi
bimbingan dan konseling
Tingkatkan pelayanan nyatamu
Tegakkan kode etik dalam segenap karya
Wahai sejawat dalam satu wahana
Padukan tekad galang semangat,
Untuk klien, untuk masyarakat nusa bangsa
Maju-majulah terus ABKIN Tercinta

Fungsi, Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling


Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
  1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
  2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.
  3. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex). 
  4. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
  5. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
  6. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
  7. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
  8. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
  9. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
  10. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
  11. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
Fungsi, Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
  1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
  2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
  3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
  4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
  5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
  6. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
  1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
  2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
  3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
  4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
  5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
  6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
  7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
  8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
  9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
  10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
  11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.

DAFTAR RUJUKAN
AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN
Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.
Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill Prentice Hall
Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003). Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.
Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs. ASCA (American School Counselor Association).
Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.
Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,
Ellis, T.I. (1990). The Missouri Comprehensive Guidance Model. Columbia: The Educational Resources Information Center.
Gibson R.L. & Mitchel M.H. (1986). Introduction to Counseling and Guidance. New York : MacMillan Publishing Company.
Havighurts, R.J. (1953). Development Taks and Education. New York: David Mckay.
Herr Edwin L. (1979). Guidance and Counseling in the Schools. Houston : Shell Com.
Hurlock, Alizabeth B. (1956). Child Development. New York : McGraw Hill Book Company Inc.
Ketetapan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools. Madison : Brown & Benchmark.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.
*)) Materi di atas merupakan salah satu bagian dari makalah yang disajikan oleh Dr. Uman Suherman, M.Pd. pada acara seminar sehari Bimbingan dan Konseling yang diselenggarakan oleh Universitas Kuningan bekerja sama dengan ABKIN Cabang Kabupaten Kuningan pada tanggal 11 Maret 2008 bertempat di Aula Student Center UNIKU.

RAGAM KONSELING BERDASARKAN TAHAP PERKEMBANGAN KONSELI


                   

A.  Konseling Pada Anak
Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yangterpanjang dalam rentang kehidupan yaitu, saat individu tidak berdaya dan bergantung pada orang lain. Pada masa ini timbul tuntutzn-tuntutan dari masyarakat agar anak menguasai keterampilan-keterampilan yang berguna dalam kehidupannya khususnya mengurus dirinya sendiri.
      Macam-macam Konseling Pada Anak
a). Konseling Anak Usia Dini (2-5 tahun)
b). Konseling Anak Pada Middle Childhood (5-9 tahun)
c). Konseling Praremaja (9-12 tahun)
            Teknik Untuk Membantu Anak Dalam Konseling
Beberapa teknik yang digunakan untuk membantu anak yang mengalami traumatik atau stres yaitu dengan (1) konseling melalui bermain, (2) friendship group (kelompok teman sebaya), (3) eksplorasi dari isi mimpi anak sebagai sarana untuk masuk dalam pikiran dan perasaan yang mungkin tidak disadari anak, (4) menggunakan board games dan aktivitas formal lainnya.
      Fungsi Konselor Anak
1)Melaksanakan Tes
2)Menulis dan Menyimpan Berbagai Catatan
3)Melakukan Rujukan dan Penempatan



B.  Konseling Pada Remaja
Pada masa remaja terjadi perubahan fisik dan kepribadian yang signifikan dan berdampak pada perubahan emosional yang besar. Periode yang berlangsung antara usia 12-18 tahun ini sering disebut masa yang penuh gejolak yaitu masa yang penuh dengan pemberontakan (revolt and rebel).
      Konseling Dengan Remaja
            Dalam melakukan konseling konselor harus memahami karakteristik remaja, karena remaja merupakan kelompok yang unik. Rasa kebingungan dalam menemukan identitas dirinya dan ingin memperoleh kebebasan, mengakibatkan remaja berperilaku sangat menentang dan pemberontak namun bisa juga menjadi penurut dan penuh kasih sayang. Hal ini yang membuat koseling atau bimbingan dari konselor diperlukan.
      Bentuk-bentuk Konseling Pada Remaja
1. Berbagai bentuk konseling kelompok
2. Tes dan Observasi
            Peran konseling dalam masa remaja
            Sebagai masa peralihan yaitu konselor memfasilitasi konseli agar konseli tersebut bisa menemukan jati dirinya yaitu dengan menganalisa segala kekurangan dan kelebihan serta potensi yang dimilikinya sehingga konseli dapat menemukan identitasnya.
Sebagai masa perubahan yaitu memberikan motivasi kepada konseli agar bisa menerima perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya secara positif.
Sebagai masa dimana individu mencari identitas diri yaitu memberikan bantuan agar individu dapat memahami dirinya, mengenal diri sendiri, serta menerima diri sendiri. Dengan begitu individu dapat mengetahui sikap-sikapnya, sifat-sifatnya dan kemampuannya.

C. Konseling Pada Orang Dewasa
Konseling pada orang dewasa juga dibutuhkan, karena pada masa dewasa akan terus berlanjut dan terjadi banyak konflik intrapersonal dan interpersonal yang mengganggu proses adaptasi. Dalam hal ini tugas konselor adalah memaksimalkan pertumbuhan dan kemampuan coping pada klien dan membantu mengeksplorasi berbagai area dalam kehidupan yang dirasakan tidak berfungsi dengan baik.



Bentuk dan cara konseling pada orang dewasa
            Bentuk konseling yaitu menggunakan komunikasi verbal langsung dalam kelompok atau secara individual yang meliputi permainan atau aktivitas yang dapat menimbulkan efek terapeutik, penggunaan seni, musik, dan literatur. Standar konseling secara umum adalah melalui bahasa, karena bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif dalam konseling orang dewasa.
D. Konseling Usia Madya
             Konseling pada usia madya lebih mudah daripada konseling pada usia-usia lainnya. Hal itu disebabkan dalam usia madya, seseorang telah dapat melihat tujuan dengan jelas, mempunyai gambaran tentang masa depan, serta kondisi keuangan yang telah mapan
E.  Konseling Pada Orang Lanjut Usia
Masa lanjut usia sering dipandang sebagai masa penarikan diri dari pekerjaan dan hubungan dengan lingkungan sosial, karena pada masa lanjut usia mengalami kemunduran. Hasil-hasil penelitian yang baru menyadari adanya potensi-potensi positif yang dimiliki oleh orang yang memasuki usia tua.
            Rogers menekankan bahwa manula adalah hipokondriak dan terobsesi pada kemunduran fisik dan penyakit. Penelitian ini menemukan bahwa penyesuaian diri cenderung stabil sepanjang kehidupan seseorang. Jadi konselor untuk lansia kiranya memikirkan pendapat Rogers ini, karena akan sangat memengaruhi sikap, tindakan, dan pendekatannya kepada lansia.
Kesimpulan:
            Setiap tahap perkembangan usia yaitu usia kanak-kanak, remaja, dewasa, madya, dan lanjut usia memiliki karakteristik yang berbeda dan menghadapi berbagai pengalaman hidup yang berbeda. Sehingga dalam hal ini dibutuhkan proses konseling yang sesuai dengan tahap perkembangan konseli. Yaitu proses konseling yang dapat membantu konseli dalam menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi.


SUMBER:
http://fighterskies.blogspot.com




                        HERU PRASTYO

                        100111404531

                        BK-B


                        RAGAM KONSELING BERDASARKAN JUMLAH KONSELI



A. Konseling Individual
            Konseling individual adalah proses belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara antara konselor dan seorang konseli (siswa). Konseli mengalami kesukaran pribadi yang tidak dapat ia pecahkan sendiri, kemudian ia meminta bantuan konselor sebagai petugas yang professional dengan jabatannya dengan pengetahuan dan keterampilan psikologi. Konseling ditujukan pada individu yang normal, yang menghadapi masalah dalam pendidikan, pekerjaa, dan social dimana ia tidak dapat memilih dan memutuskan sendiri. Oleh karena itu, konseling hanya ditujukan kepada individu yang sudah menyadari kehidupan pribadinya.
      Tahap Awal Konseling
1)   Membangun hubungan konseling dengan melibatkan konseli yang mengalami masalah;
2)   Memperjelas dan mendefinisikan masalah;
3)   Membuat penjajakan alternative bantuan untuk mengatasi masalah;
4)   Menegosiasikan kontrak.
       Tahap Pertengahan (Tahap Kerja)
Berdasarkan kejelasan masalah klien yang disepakati pada tahap awal, kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada: 1) penjelajahan masalah yang dialami klien, dan 2) bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang telah dijelajah tentang masalah klien. Cavanagh (dalam Achmad Juntika, 2005) menyebut tahap ini sebagai tahap action.
      Tahap Akhir Konseling
Cavanagh (dalam Achmad Juntika, 2005) menyebut thap ini dengan istilah termination. Pada tahap ini, konseling ditandai oleh beberapa hal berikut ini.

a)   Menurunnya kecemasan klien. Hal ini diketahui setelah konselor menanyakan keadaan kecemasannya.
b)   Adanya perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat, dan dinamik.
c)   Adanya tujuan hidup yang jelas di masa yang akan datang dengan program yang jelas pula.
d)   Terjadinya perubahan sikap yang positif terhadap masalah yang dialaminya, dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, teman, dan keadaan yang tidak menguntungkan.

B.  Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada peserta didik (siswa) dalam rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Selain bersifat pencegahan, konseling kelompok dapat pula bersifat penyembuhan.
Penyelenggara konseling kelompok memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan kegiatan yang memadai, urutan konseling kelompok:
1)         Langkah Awal
2)         Perencanaan Kegiatan
3)         Pelaksanaan Kegiatan
4)         Evaluasi Kegiatan
5)            Analisis Dan Tindak Lanjut

Kesimpulan
Ragam konseli berdasar jumlah konseli dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Konseling kelompok
Merupakan upaya bantuan kepada peserta didik (konseli) dalam rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Selain bersifat pencegahan, konseling kelompok dapat pula bersifat penyembuhan.
Ada beberapa tahap dalam konseling kelompok:
1.    Tahap pembentukan
2.    Tahap peralihan
3.    Tahap kegiatan
4.    Tahap akhir

2. Konseling Idividual
Merupakan proses belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara antara seorang konselor dan seorang konseli.
Ada beberapa tahap dalam konseling ini:
·         Tahap awal
·         Tahap pertengahan
·         Tahap akhir

SUMBER:
http://fighterskies.blogspot.com